Pemerintah telah resmi menaikkan harga listrik untuk golongan kaya, seperti 3.500 volt-ampere (VA) atau R2 dan R3 serta golongan pemerintah (P1, P2, dan P3) efektif 1 Juli 2022. Akibat kenaikan harga listrik untuk kelompok tujuan ini, banyak pertanyaan muncul apakah pelanggan dapat mengurangi energi listriknya?
Presiden PLN Darmawan Prasodjo mengatakan pengurangan daya listrik merupakan hak bagi pelanggan. Sedangkan jika tarif listrik yang disesuaikan pemerintah dan PLN terlalu memberatkan pelanggan yang terdampak. Oleh karena itu, pelanggan dipersilakan untuk mengurangi daya listrik.
Dampak Akibat Tarif Listrik Naik
Namun disarankan agar penurunan daya listrik disesuaikan dengan konsumsi listrik sehari-hari. Sehingga tidak ada masalah dalam penyediaan tenaga listrik di masa mendatang sejalan dengan kebijakan pengurangan energi.
Dasar Tarif Listrik Naik
Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN baru saja resmi menaikkan tarif naik daya listrik kepada pelanggan rumah tangga mampu non subsidi golongan 3.500 Volt Ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) mulai 1 Juli 2022.
Penyesuaian tarif hanya diberlakukan kepada rumah tangga mampu yang berjumlah 2,09 juta pelanggan atau 2,5% dari total pelanggan PLN yang mencapai 83,1 juta. Juga kepada golongan pemerintah yang berjumlah 373 ribu pelanggan atau 0,5%.
Dengan adanya penyesuaian kenaikan tarif listrik, pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas (316 ribu pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp 1.699,53 per kWh.
Sedangkan pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Sementara pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp 1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.
Energy Watch menilai manuver pemerintah yang menaikkan tarif listrik pelanggan rumah tangga mampu nonsubsidi golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) tidak berdampak signifikan pada kinerja keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan beralasan beban kompensasi yang mesti ditanggung PLN relatif besar jika dibandingkan dengan potensi pendapatan yang diterima PLN dari penyesuaian tarif yang diperkirakan sebesar Rp3,1 triliun hingga akhir tahun ini.
Distribusi Penyebab Tarif Listrik Naik
Sementara itu, proyeksi beban kompensasi yang mesti dialokasikan PLN mencapai Rp62,82 triliun pada 2022.
Adapun distribusi pemanfaatan kompensasi itu mayoritas yang diserap adalah :
- Sektor industri mencapai RP31,95 triliun atau 50,9 persen,
- Rumah tangga Rp18,95 triliun atau 30,2 persen,
- Sektor bisnis sebesar Rp10,84 triliun atau 17,3 persen,
- Dan sisanya pemerintah dan layanan khusus sebesar Rp1,08 triliun atau 1,7 persen.
Pemerintah Hemat Subsidi Rp3,1 Triliun “Bagi keuangan PLN memang tidak akan berpengaruh ya karena beban keuangan PLN akan ikut naik juga untuk kompensasi di sektor lain, paling tidak ada penghematan yang bisa dilakukan dengan kebijakan penyesuaian tarif saat ini,” kata Mamit melalui sambungan telepon, Senin (13/6/2022). Dengan demikian, Mamit meminta pemerintah untuk mengkaji kembali rencana perluasan kenaikan tarif listrik untuk sektor industri dan bisnis yang mengambil porsi pemanfaatan kompensasi hampir 70 persen secara nasional. Menurut Mamit, rencana itu dapat diterapkan pada Januari 2023 di tengah tren harga minyak mentah dunia yang masih tertahan tinggi.
Data Bloomberg hingga Senin (13/6/2022) 13.31 WIB menunjukkan harga minyak mentah Brent berada di angka US$119.87 per barel untuk pengiriman Agustus 2022. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sudah diperdagangkan dengan nilai mencapai US$118.50 per barel untuk kontrak Juli 2022.
Hal ini akan menambah beban keuangan kita, terutama karena inflasi juga diperkirakan akan meningkat, karena semakin tinggi biaya produksi kita akan dikompensasikan di sektor industri dan bisnis. Menurutnya, perlu ada penyesuaian tarif di sektor ini. Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus membatasi tarif listrik di sektor industri dan bisnis meskipun beban kompensasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dari dua jenis pelanggan ini sangat luas di tengah Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga pertengahan tahun ini Dirjen Ketenagalistrikan Reda Muliana mengatakan langkah tersebut diambil untuk menjaga momentum pemulihan daya beli masyarakat yang baru pulih dengan perlambatan pandemi Covid-19. Menurut Reda, sebagian besar sektor industri dan bisnis tidak mencatatkan arus kas positif pada akhir kuartal II tahun ini.
Industri dan perusahaan menengah atau besar cenderung besar dan belum pulih, dan kami tidak ingin mengambil risiko apa pun. Mereka baru bangun dan kami tetap menerapkan [tarif adjustment] ini, dan kami khawatir mereka akan turun lagi, yang berarti mereka tidak dapat bersaing, jadi kami mengambil kebijakan tidak melihat dulu sektor bisnis dan industri, Reda mengatakan dalam konferensi pers terkait tarif listrik pada Q3 2022, Jakarta, Senin (13/6/2022) Dengan penyesuaian tarif, pelanggan rumah R2 dengan 3.500 VA menjadi 5.500 VMA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan 6.600 VA dan tarif di atas (316 ribu pelanggan) disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kilowatt-hour (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh. Sebaliknya, tarif pelanggan pemerintah P1 dengan 6.600 VA menjadi 200 kV amp (kVA) dan tarif P3 direvisi dari 1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh Sementara itu, tarif untuk pelanggan pemerintah P2 dengan kapasitas di atas 200 kVA direvisi dari 1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.